Tuesday, May 31, 2016

PARE KAMPUNG INGGRIS, KAMPUNG BELAJAR

Siapa sih yang gak kenal sama Kampung Inggris yang ada di Pare?

Aku yakin banyak banget artikel yang memperkenalkan kepada orang-orang tentang Pare ini.
Baik dari segi belajar-mengajar, penginapan, masyarakat lokal, makanan, dan berbagai promosi hoho.

Well. Sedikit saja aku mau menjelaskan tentang Pare.
Pare adalah salah satu Kecamatan besar di Kediri. Yang membuatnya spesial lagi adalah adanya satu desa yang memiliki berbagai lembaga kursus bahasa, mulai bahasa Inggris yang biasa digunakan oleh orang Barat, hingga bahasa Mandarin yang biasa digunakan oleh orang di Negara China yang notabene berada di Timur. (Sempet bingung juga gimana mbedain barat dan timur yak kan bumi bulet. Di timur-timurin juga gak bakal nemu ujungnya timur itu. LOL.)

Kenapa bisa spesial? Yang bikin spesial adalah di sana banyaaaakkk banget pendatang yang datang khusus untuk belajar bahasa. Mulai dari penduduk Kediri sendiri, hingga ada yang dari Malaysia, Singapore, bahkan Mesir. WOW.

Mereka bilang belajar Bahasa Inggris di Pare itu murah (Kalo tiket pesawat dari sana ke sini gimana ya?). Well.. tapi kenyataannya memang begitu adanya. Bagaimana tidak ada beberapa lembaga yang metode belajarnya memuaskan namun hanya memasang tarif di bawah Rp 800.000/bulan dengan 6x pertemuan sehari dan penginapannya. Bayangkaann. Bandiingkaaan. Coba ya di rinci, anggap saja begini:


Kursus Bahasa Inggris di Surabaya Rp 2.000.000/3 bulan

1x pertemuan = 1.5 jam
1 minggu = 3x pertemuan = 4.5 jam
1 bulan = 4 minggu = 18 jam
3 bulan = 54 jam

Kursus Bahasa Inggris di Pare Rp 800.000/bulan

1x pertemuan = 1.5 jam
1 hari = 6x pertemuan = 9 jam
1 minggu (tanpa hari minggu) = 36x pertemuan = 324 jam
1 bulan = 4 minggu = 1296

Tuh kan!
Udah bayar mahal di Kursusan terkenal eh 3 bulan cuma dapet ilmu selama 54 jam aja? gak gratis nginep pula :3.
Kalau di Pare dengan lama belajar sebulan saja perubahan dijamin cukup terasa. Tapi gak cukup kalo kamu gak pengen main-main bisa Bahasa Inggris.

BONUSNYA! Belajar di Pare kamu akan ketemu keluarga baru dari berbagai penjuru Indonesia dengan berbagai latar belakang dan usia. Kalian bakal termotivasi untuk belajar dan belajar. Praktek bahasa inggris setiap hari sampai terlatih.
Dan disana jangan kuatir tidak termotivasi, karena banyak orang dari jauh datang untuk belajar, maka secara otomatis kita akan ikut termotivasi.
Apalagi jika pergantian jam, kalian akan sering bertemu pemuda-pemudi yang seliweran dengan sepeda membawa tas dan beberapa buku.

Dulu waktu aku kesana, rasanya gak mau berhenti belajar dan gak pengen pulang. Tapi mau gimana lagi keluarga di rumah sudah menunggu anak kesayangan untuk mencari pekerjaan hahaha.

Di next story aku akan ceritain keluarga baruku dari Pare yang super duper lovely :D. We called us Fucking Family. Awkward name sih tapi dari nama dan yel yel itu kita bisa lekat sampai sekarang meskipun berada di jarak yang berjauhan.

SEE YOU ON NEXT PART!

Monday, May 30, 2016

Padatnya Pengangguran

Beberapa waktu lalu saya adalah seorang jobseeker yang baru saja mengerti betapa sulitnya mencari pekerjaan (yang sesuai). Berbagai perusahaan telah saya lamar namun berbagai perusahaan menolak, bahkan sebagian besar belum memberikan kelegaan dengan tidak mengkonfirmasi hasil seleksi. Salah satu situs penyedia lowongan online memiliki fasilitas dimana pelamar pekerjaan bisa melihat berapa orang yang telah melamar pada lowongan yang tersedia. Satu persatu saya lihat dan yang membuat terkejut adalah bukan hebatnya pengalaman dan pendidikan mereka, melainkan jumlah mereka yang luar biasa. Tak jarang satu lowongan mendapatkan ribuan pelamar di situs tersebut. 

Hal serupa saya temui di beberapa event job fair yang biasanya diselenggarakan setiap minggu atau dua minggu sekali. Selalu saja ada pertanyaan serupa yang muncul, “Sepadat inikah pengangguran di negeriku?”. Pertanyaan seperti itu menggiring pikiran saya pada artikel-artikel yang menunjukkan bahwa penyebab terbesar banyaknya pengangguran di negeri ini adalah karena jarangnya seseorang menjadi seorang pengusaha, sehingga lapangan pekerjaan pun jarang mereka temui. Ya, jawaban terbesarnya adalah ini, entrepreneurship.

Kenyataan bahwa Indonesia adalah Negara dengan jumlah pengusaha terkecil di ASEAN, tidak menggugah para manusia penghuni tanah air untuk berinisiatif membuka usaha. Memang akhir-akhir ini perkembangan entrepreneurship menjadi cukup pesat di Indonesia, namun tidak kecil pula jumlah pengusaha anyaran yang tutup pembukuan karena tak tahan dengan pasang surut usaha yang baru saja dirintis. Berbagai program kewirausahaan dari perusahaan dan pemerintahan sudah mulai marak diberikan pada masyarakat, khususnya para pemuda kreatif yang berniat sungguh untuk memulai usaha. Karena, bagaimanapun, peningkatan jumlah pengusaha di Indonesia, akan membantu Negeri ini menjadi selangkah lebih maju dari status “Negara berkembang” sebelumnya dan salah satu yang dapat membantu Indonesia adalah pemuda.

Kenapa tidak saya membantu diri saya sekaligus membantu negeri ini?. Boleh saja nantinya saya memiliki pekerjaan di perusahaan orang lain, namun saya berjanji tidak akan selamanya mengais penghasilan dengan menjadi pegawai. Saya harus menciptakan peluang bagi orang lain yang lebih bersemangat untuk bekerja daripada berwirausaha. Setidaknya, di masa depan nanti saya adalah salah satu orang yang mengurangi sedikitnya 10 pengunjung job fair dan pelamar di setiap lowongan di situs penyedia lowongan online. Saya pemuda, saya Indonesia, dan saya ingin menolong kedua-duanya.